Selasa, 23 Maret 2010

Ande-ande Lumut Anak Sekolahan

Para pemain :
1. ………………….Sebagai Kleting kuning
2. ………………….Sebagai Kleting abang
3. ………………….Sebagai Kleting ijo
4. ………………….Sebagai Kleting birua
5. ………………….Sebagai Ande-ande lumut
6. ………………….Sebagai Mbok rondho




Babak 1
(Kleting abang mendatangi kleting ijo, dan kleting biru yang sedang duduk santai. kleting ijo duduk memeluk lutut, kleting biru asyik berdandan memakai bedak. Sedangkan kleting kuning duduk agak jauh dari mereka.)
Kleting abang : Halo… adik-adikku sayang ….sedang apa kalian? Lagi pada asyik ngelamun ya?
kleting ijo : nggak juga sih! Kita pada mbayangin itu..lho… cowok cakep yang
rumah di seberang sungai lusi sana. Cowok itu kan cuaaakkkeep banget. Iya nggak
mbak biru?
kleting biru : iyaaa… kamu belum tahu yaa. Cowok itu kan tipe cowok idamanku. Nanti
pacarku harus yang wajahnya kayak cowok itu. Kan dia tuh mirip-mirip Aldi Fairuz.
kleting ijo : Adli fairuz maksudmu. Kalau menurutku sih malah lebih mirip Ivan Gunawan. Hehehe…
Kleting abang : dasar kalian tuh kebanyakan nonton tipi. Kalau soal cowok itu sih kalian jelas ketinggalan info deh. Aku malah sudah tau biodatanya…
kleting ijo : maksudmu biodata cowok ganteng itu? Eh dari mana kamu ngorek infonya? Kasih tau kita dong! Kita kan fren kentel…
Kleting abang : enak aja… kalau soal ginian kita malah jadi saingan lho. Aku kan
yang paling tua en yang pasti paling cuanntiikkk!!! Jadi cowok itu pasti milih aku…
kleting biru : belum tentu lho… Diantara kita aku yang paling pinter nyanyi dan
dandan. Pasti dia akan milih orang yang suka memperhatikan kecantikan, dan bukan orang yang gak pernah mandi kayak kalian…
kleting ijo : dasar kemayu.. kayak kamu yang paling cakep deh. Berani taruhan kalau
cowok itu akan milih aku yang paling pinter. Aku kan pernah jadi juara lomba cerdas cermat di SD dulu, walaupun jadi nomor tiga. Hehehe… tapi lumayan lho untuk mengajukan proposal melamar cowok idola kita itu.
Kleting abang : sudah.. sudah kita barengan saja ke rumahnya. Siapa tahu nanti salah satu dari kita dipilih jadi istrinya.
kleting biru : kalau gitu mana biodatanya. Biar aku siap-siap dandan secantik
mungkin.
Kleting kuning : mbak aku ikut ya..aku juga pengin ikutan lomba kalian itu…
Kleting abang : eit.. apa aku tak salah dengar? Kamu yang jelek.. nyompros..dan bau itu mau ikut kita? Nanti malah kita jadi ketularan jelekmu itu..rugi kita…
Kleting kuning : aku kan bisa mandi dulu…mbak! Boleh ya?
Kleting abang : sekali gak boleh ya tetap gak boleh. Titik..
Kleting kuning : tapi…
kleting biru : gak ada tapi-tapian tahu! Kamu di rumah saja. Tuh cucianku banyak di keranjang. Besok harus sudah rapi di lemari.
kleting ijo : sudah deh kita gak usah ngurusin anak jelek ini. Kita berangkat saja sekarang.
Kleting abang : Eh ku SMS dulu, kalau orangnya gak ada gimana?
kleting biru : Iya deh, aku manut saja..malah aku bisa ke salon dulu untuk rebonding.Ini kan masalah nasib.
Kleting ijo : Dasar kemayu !!
Kleting abang : Sudah…sudah malah bertengkar lagi..aku mau beli pulsa dulu. Klaian
mau ikut nggak?
Kleting ijo dan biru : Iya dong.. ayo!!!
( Kleting abang, kleting ijo, dan kleting biru pergi ke toko untuk membeli pulsa.)
Babak 2
(ande- ande lumut yang sedang duduk sambil membaca buku dengan serius sambil mendengarkan headphone HP. Sementara mbok rondho datang mendekati ande- ande lumut.)
mbok rondho : sedang apa to le, kok kelihatannya serius sekali? Kamu sudah makan apa belum? Tadi mamah masak enaak lho. Khusus untukmu mamah buat oseng-oseng kangkung dikasih pete.
ande-ande lumut: waah belum sempet bu! Besok aku mau ikut lomba mapel fisika dan itu tingkat kabupaten lho mah! Kata Pak Joko, Saya harus belajar karena pesertanya pinter-pinter.
mbok rondho : O, begitu tho! Tapi kamu juga harus makan kangkung yang banyak ya,
biar gizinya tercukupi.
ande-ande lumut: Beres Mah! Nanti kuhabiskan semuanya ya!
mbok rondho : Eh, mamah juga harus kamu pikirkan, jangan dihabiskan semua lho!
ande-ande lumut: Iya.. iya… begitu saja kok bingung..
mbok rondho : Eh kamu sudah tahu belum? Kemarin ada cewek yang menanyakan biodatamu. Orangnya cantik lho! Katanya dia pernah melihatmu dan langsung naksir
kamu.
ande-ande lumut : ah masak iya sih. Saya nggak tertarik mah.
mbok rondho : Kenapa? Orangnya cantik lho.. Kayak Cinta Laura itu lho… artis tivi
idola mamah…masak kamu nggak mau…
ande-ande lumut : Nggak ah.. kalau aku mau, aku bisa ngumpulin cewek-cewek model
gitu enam sekaligus mah! Biar kayak tim Voli.
mbok rondho : Coba dulu dilihat orangnya, siapa tahu kamu kecanthol. Malah katanya
dia punya 2 saudara lagi yang sama cantiknya. Dia sudah SMS mamah tadi malam,katanya mereka mau ke sini besok pagi.
ande-ande lumut : Aku gak mau mah.. paling-paling yang cewek model sekarang, yang
tahunya hanya ngeceng di MD mall atau ke pasar Jepon itu. Ogah ah!
mbok rondho : Jangan gitu lho le, nanti kamu kualat jadi jaka tua lho! Mamah kan
malu..Ini permintaan mamah ya.. kamu mau ya, Cung!..Andi kan anak mamah yang paling cuaakeeep…
ande-ande lumut : Iya.. deeh demi mamahku sayang.. aku mau menemui mereka. Tapi
jangan besok pagi, aku mau lomba fisika. Besok sore saja ya.
mbok rondho : Ya nanti mamah beritahu mereka. Kamu siap jam 4 sore ya.
ande-ande lumut : Ya mah!
(ande- ande lumut meneruskan membaca buku. Sementara mbok rondho pergi keluar ruangan.)
Babak 3
( Kleting abang, kleting ijo, dan kleting biru mendatangi rumah ande- ande lumut dengan bersemangat. Mereka datang sambil membawa bungkusan dan bunga.)
Kleting abang: Asalamualaikum.. kulanuwun..permisi…
Kleting ijo : Kami datang bu…
mbok rondho : Waalaikumsalam.. eh ada tamu.. silakan masuk.. Eh kok bawa bungkusan
segala.. bikin repot aja. Kok kalian tahu kalau mamah suka dibawain kado sih..?
Kleting abang: Iya bu, karena biasanya ibu-ibu itu suka kalau diberi sogokan. Benar
kan Bu?
mbok rondho : Iya sih.. kalian tahu aja deh… Kalian duduk dulu ya, biar ibu
panggilkan si Andhi dulu.
kleting biru : Eh panggilannya andhi ya.. bagus sekali..pantas untuk orang seganteng
dia...
Kleting abang: Huss! Kamu jangan malu-maluin aku dong. Eh maaf bu, adik saya ini
memang rada bawel.
mbok rondho : Kalian bisa aja. Memang panggilannya andhi.. itu.. biar kayak andhi
malarangeng yang di TIPI itu. Itu kan idola mamah jaman dulu!
Kleting abang, kleting ijo, dan kleting biru : O, begitu tho!
Kleting ijo : Iya bu, tapi katanya mau dipanggilin si andhi. Kita udah nggak sabar
deh liat organ.
mbok rondho : Organ apa itu?
Kleting ijo : eh… organ itu orang ganteng bu, maklum kita kan mantan siswa SMP 3
Jiken. Dulu diberi pelajaran singkatan kata oleh Bu Indiyah.
Kleting abang : Sekali lagi maaf bu, adik-adik saya ini memang kurang ajar semua.
Jadi nanti ibu milih saya aja ya bu…
mbok rondho : Kalau masalah itu, bukan mamah yang menentukan cah ayu… itu hak
prerogratif si Andhi. Mamah juga pernah sekolah lho, jadi tahu hak –
hak presiden hehe..( tersenyum bangga)
Kleting abang : Iya deh Bu, kami mengaku kalah.
(mbok rondho pergi keluar ruangan sambil membawa kado untuk memanggil Andi. Kleting abang, kleting ijo, dan kleting biru duduk berjejer rapi. Kleting biru sibuk berkaca dan berbedak, kleting ijo membetulkan bajunya dan kleting biru membetulkan selendangnya. mbok rondho datang lagi bersama Ande – ande lumut.)
mbok rondho : Ini lho Andhi alias ande-ande lumut. Anak ibu yang terkenal ganteng
itu. Siapa dulu yang mau berkenalan?
Kleting abang, kleting ijo, dan kleting biru : ( sambil maju bersamaan) saya, bu!
mbok rondho : Eh, jangan rebutan dong! Memang anak ibu laris sekali ya. Antri yang
baik. Kita mulai yang paling tua dulu. Siapa yang paling tua di antara
kalian?
Kleting abang : Saya, Bu. (Sambil tersenyum pada kedua adiknya) Nama saya kleting
abang. Saya berusia 17 tahun. Masih kinyis-kinyis. Hobi saya belanja
di MD mall dan pasar Jepon. Itung-itung sambil nariki uang kreditan
para pedagang pasar Jepon. Pasti Mas Andhi suka deh sama saya, karena
saya pinter cari uang. (Sambil tersenyum bangga )
mbok rondho : ( bernyanyi ) bagaimana Le, penawaran si kleting abang?
Ande – ande lumut: ( bernyanyi) saya tidak mau, bu. Saya tidak suka cewek yang boros
dan model rentenir begitu! ( sambil membaca buku)
mbok rondho : kalau begitu kleting abang tereliminasi. Sekarang giliran siapa?
kleting biru : Saya, Bu. (Sambil tersenyum) Nama saya kleting biru. Umur saya 16
tahun. Masih kinyis-kinyis juga. Hobi saya ke salon. Saya bisa
rebonding, creambath, manikur pedikur. Pokoknya siiip deh. Dijamin
Andhi cinta 100 %. Karena saya jaga kecantikan siang dan malam.
mbok rondho : ( bernyanyi ) bagaimana Le dengan si kleting biru?
Ande – ande lumut: (bernyanyi) saya tidak mau, bu. Saya tidak suka cewek yang hanya
mengurusi dirinya sendiri saja! (sambil membaca buku)
mbok rondho : Aduh.. Susah juga ya punya anak ganteng. Seleramu tinggi sekali!
Sekarang tinggal satu peserta lagi. Siapa namamu nduk cah ayu?
kleting ijo : (Sambil tersenyum) saya kleting ijo. Saya masih 15 tahun. Hobi saya
menyanyi. Siapa tahu nanti bisa jadi peserta stardut. Saya juga hobi
makan di lesehan alun-alun. Sambil ngamen kan lumayan. Sekali jalan 50
ribu.
mbok rondho : O, ternyata ada juga pengamen perempuan. Ibu Tanya dulu ya sama si
andhi.( bernyanyi ) bagaimana cah bagus, dengan si kleting ijo?
Ande – ande lumut: ( bernyanyi ) saya juga tidak mau, bu. Saya tidak suka cewek yang
hobinya cuma makan saja! ( sambil membaca buku).
mbok rondho : Wah, ibu menyerah deh. Kita sudah tak punya peserta lagi. Semua sudah
tereliminasi.Bagaimana ini? Maaf ya, cah ayu-ayu, kalian gagal semua.
Andhi itu selera tinggi.
(Tiba-tiba menengok dan menuding belakang ketiga gadis itu) Eh itu siapa, gadis yang jelek dan kumuh di belakang kalian?
Kleting abang,kleting ijo,dan kleting biru:(sambil menengok ke belakang)siapa?
Kleting abang: eh kamu mau apa ke sini. Malu-maluin kita aja!
kleting ijo : sudah gak mandi, baumu bau brambang lagi!
kleting biru : sana pulang saja, kita aja tereliminasi, apalagi kamu!
mbok rondho : eh, jangan kalian marahi dia. Kasihan sudah jauh-jauh datang, malah
diusir! Namamu siapa nduk? Kok kamu kelihatan jelek begitu?
Kleting kuning:(datang dari belakang membawa tas sekolah) saya Kleting kuning, bu!
Saya adik mereka juga, tapi gak pernah boleh keluar rumah. Saya baru
saja ujian di SMP 3 Jiken. Hobi saya membaca. Saya juga mau ikut
kontes ini, tapi gak boleh. Katanya saya tidak cantik. Kata Bu Narsih,
kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan.
mbok rondho : Iya, slogan sekolahmu juga mengatakan kali ini kesempatan menjadi
lebih baik, kan?
Kleting kuning: Lho, kok ibu tahu?
mbok rondho : Ibu kan mendengarkan radio sekolahmu terus. Sekarang ibu Tanya dulu
andhinya mau apa tidak.
mbok rondho : ( bernyanyi ) bagaimana Le dengan si kleting kuning?
Ande – ande lumut: (bernyanyi) ya , saya mau, bu.
mbok rondho : Alhamdullillah akhirnya… tapi kok kamu mau dengan cewek kumuh begitu?
Ande – ande lumut : Saya suka cewek yang hobi membaca buku. Nanti kan bisa saling
menukar buku. Atau bersama-sama di perpus. Tapi ada syaratnya. (sambil
menghadap pada kleting kuning)
Kleting kuning : Syaratnya apa, mas Andhi?
Ande–ande lumut: Syaratnya kamu harus mandi yang bersih dan yang kedua…
Kleting kuning : apa lagi, mas?
Ande–ande lumut : sebentar lagi kita pengumuman ujian. Nanti kalau kamu lulus, kamu
harus melanjutkan ke SMA atau SMK. Saya mau denganmu sesudah kamu lulus
SMA. Masak saya nanti lulusan sarjana, istrinya hanya lulusan SMP. Ya
nggak joss!
mbok rondho : nah, kamu dengar sendiri, nduk? Bagaimana?
Kleting kuning: ya, bu. Demi mas Andi saya mau sekolah lagi. Sekalian menyukseskan
gerakan pemerintah. Begitu ya Mbak? (menghadap ketiga kleting) Yess!!
Kleting abang : Iya, nanti kita juga mau ikut kejar paket C.
kleting ijo, dan kleting biru : iya, ya…Ayooo… sekolah…


TAMAT

Kejutan di Ujung Senja

Hari itu sangat panas. Lalu lalang orang membuat suasana makin panas. Setiap orang berlomba mencari rezeki. Begitulah kota. Hidup terasa keras. Aku tercenung sesaat. Ketika aku melihat sesosok anak dekil yang menenteng dagangannya dengan tergesa. Dia sedikit berlari karena ada sebuah bus yang berhenti di pinggir halte. Kulihat anak itu berlari sambil menyisihkan beberapa orang dewasa yang sebagian tukang becak bergerombol di depan pintu bus luar kota itu. Dengan langkah kecilnya dia, sedikit kesulitan untuk berlomba memasuki bus. Akan tetapi, sebentar kemudian bus itu sudah berjalan lagi tanpa sempat membawa si anak dekil itu.

Anak laki-laki itu sebenarnya masih anak-anak. Itu terlihat dari wajahnya yang masih imut kalau menurut anak zaman sekarang. Sekitar dua belas tahun. Hidup yang keras sepertinya membuat wajahnya menjadi tampak lebih tua. Sebentar kemudian terlihat olehku sebuah bus luar kota lagi yang mendekati halte. Anak itu kembali bergegas mengejarnya. Rupanya nasib baik kembali tidak berpihak padanya. Ternyata bus itu hanya menurunkan seorang penumpang saja, dan cepat melaju lagi. Orang-orang - yang notabene para tukang becak dan tukang ojek- yang tadi berlomba berlari, berhenti dengan kecewa. Dengan langkah gontai, dia berjalan kembali ke halte tempatku duduk.

Aku menatap lagi wajahnya. Kali ini agak dekat. Aku kembali tercekat. Ada sesuatu pada raut wajahnya yang entah mengapa aku seperti pernah mengenalnya. Tetapi makin kucoba, makin susah aku mengingatnya. Akhirnya aku menyerah. Dia rupanya tahu kalau aku sedari tadi mengamatinya. Dia mendekatiku seraya menawariku minuman botol. “ Mbak, minumannya! Hanya dua ribu kok. Masih dingin lho!” katanya sambil menyodorkan botol. “Ya, satu saja.”kataku. Kupikir hitung-hitung sambil ngilangin haus. “Mbak mau pergi ke mana?” tanya anak itu sambil duduk di sebelahku dan memperhatikanku minum. “Jogja!” sahutku. Aku menoleh kearahnya. Deg. Aku jadi teringat pada raut seseorang lagi. Tapi siapa? “Namamu siapa?” tanyaku sambil menatap ke arah matanya lagi. Tampaknya ia tidak cocok untuk bekerja sebagai anak jalanan seperti itu. Terlalu tampan malah. Cocoknya ia jadi anak sekolah seusia siswaku di sekolah. “ Anto.” jawabnya sambil menoleh ke arah lain. Tampaknya ia mulai tidak nyaman kuperhatikan terus. “ Umurmu berapa?” tanyaku lagi. “ Dua belas!” kali ini ia menjawab sambil menyelonjorkan kakinya. “Lha rumah kamu di mana?” kukejar lagi ia dengan pertanyaan. Ia terdiam cukup lama. Sampai akhirnya ia menjawab, “Aku menumpang di rumah orang yang baik kepadaku.” katanya sambil tertunduk. Ia memainkan kerikil dengan ujung kakinya. “Ooh begitu ya..” kataku. “Kalau aku berasal dari Blora.” kataku sambil melihatnya. Tanpa kuduga ia terkejut. Kulihat seperti ada semburat sinar keluar dari matanya. Tapi itu hanya sebentar, kemudian tampak murung seperti tadi. Aku curiga kalau ada hubungan antara anak itu dengan kota kelahiranku tercinta. “Aku juga dulu pernah tinggal di Blora.” katanya pelan. Reflek aku melihatnya lekat-lekat. Surprise juga mendengarnya. “ Kapan?” tanyaku lagi. “Dulu Mbak, waktu aku kecil.” jawabnya. “Tapi sudah lama aku tidak pernah ke sana.” lanjutnya lagi. Karena makin penasaran, aku bertanya lagi, “Kenapa?”. “ Nggak apa-apa, kok.” jawabnya sambil bangkit dan berdiri kemudian akan berjalan. “Eh, uangnya!” kataku. “ O, iya sampai lupa!” katanya sambil menerima uangku. “ Namaku Adin. Besok lain waktu ngobrol lagi ya!” sahutku sambil tersenyum. “ Ya!” kali ini ia berlari kecil, karena ada bus yang berhenti lagi.

Sebetulnya aku sudah mulai lupa percakapanku dengannya waktu itu. Tapi ketika aku ada tugas lagi, yang mengharuskanku duduk di halte itu, aku jadi teringat padanya. Seperti dulu, ia sudah berlomba dengan para tukang becak dan tukang ojek serta pengamen dalam mencari rezeki. Tapi begitu melihatku, tampaknya ia teringat pada percakapan itu. “Hai, ke Jogja lagi?” tanyanya sambil mendekatiku. “ Ya.” jawabku. Ia duduk di sebelahku. Ada serombongan siswa SMP yang lewat di depan kami. Rupanya sudah jam pulang sekolah.“ Mbak, enak ya jadi anak sekolah.” Katanya sambil melihatku. Aku tertegun. Tak kusangka ia berkata seperti itu. “ Iya, karena kita jadi orang yang berpendidikan. Kamu pernah sekolah?” tanyaku hati-hati. “ Pernah, tapi hanya sampai kelas 5 SD.” sahutnya sambil memilin-milin tali tempat dagangannya. “Kenapa berhenti?” tanyaku. “Karena aku bodoh Mbak. Aku minta dibelikan PS nggak dikabulkan, jadinya aku kabur ke sini.” katanya enteng. Aku sempat tercenung. Apa jadinya bangsa ini kalau generasi mudanya saja berpikiran picik begini. “Tapi itu bukan satu-satunya sebab kenapa aku kabur. Karena orang tuaku hanya memikirkan urusannya sendiri. Mereka sibuk bertengkar tanpa pernah memikirkan aku. “ kubiarkan dia terus berbicara mencurahkan isi hatinya. “ Mungkin tanpa aku mereka akan bebas bertengkar lagi!” katanya ketus. “ Mungkin bukan begitu cara menyelesaikan persoalan, Dik.” kataku hati-hati. “ Bisa saja orang tuamu kebingungan mencarimu. Aku juga pernah mengalaminya.”

Aku jadi teringat pada Mbak ajeng, kakakku di Blora yang kehilangan anak semata wayangnya. Kok ada kemiripan kisahnya dengan anak ini. Aku jadi menduga-duga, jangan-jangan anak ini….Bisa saja dia adalah keponakanku, anak Mbak Ajeng. Kakak semata wayangku. Memang kami bersaudara, tapi hanya saudara tiri. Setelah ayah meninggal, aku ikut ibuku dan mengajar di sebuah SMP di Semarang, sementara kakakku tetap di Blora. Karena kesibukanku pula, aku jarang bertemu kakakku itu. Paling saling mengirim sms. Beberapa tahun kemarin, kakakku pernah bercerita kalau anaknya kabur dari rumah. Tak henti-hentinya ia mencari anaknya, tapi belum ketemu juga. Padahal sudah berbagai cara dicoba. Bahkan sampai mengerahkan jasa orang tua segala. “Kakak dulu juga pernah minggat ya?” tanyanya mengagetkanku. “Eh, bukan begitu. Maksudku, aku pernah mengalami masalah keluarga juga.” jelasku. “Ooh, begitu.” katanya. “ Jadi, semua orang pasti pernah mengalami masa-masa sulit dengan orang tuanya. Asal kita bisa bicara baik-baik, pasti semua akan terselesaikan dengan baik. Iya, kan?” tanyaku. “Iya, sih. Tapi misalnya aku pulang, belum tentu orang tuaku akan berhenti bertengkar.” Tanyanya sambil menatapku. Aku jadi kasihan melihatnya. Kubayangkan betapa bahagianya orang tuanya kalau anak ini mau pulang ke rumah. “ Eh, bisa saja lho! Kalau kamu pulang, ayah ibu kamu akan menyadari betapa berartinya keluarga. Begitu!” bujukku lagi. “Kamu mau pulang, kan? Kasihan orang tuamu pasti menunggumu terus. Bayangkan betapa bahagianya mereka.” Ia terdiam. Rupanya bujukanku mulai berhasil. Entah mengapa aku bersemangat untuk membujuknya pulang. Akhirnya ia berkata, “Ya, akan kupikirkan dulu saranmu.” Aku tersenyum dan berkata, “ Kutunggu kabarmu ya. Ntar aku diberitahu ya.” Anak itu berjalan sambil berkata,“Ya, beres.” Aku bangkit karena bus yang kutunggu sudah datang.

Seminggu setelah kejadian itu, aku kembali menunggu bus di halte itu. Sesuai jadwal kuliahku di Jogja. Tetapi kali ini aku tidak menemukan wajah tampan tapi dekil itu. Entah di mana dia. Mungkin ia sakit, atau jangan-jangan ia mengalami musibah dan… ah, aku tidak mau memikirkannya. Aku takut kalau ia sampai mengalami hal buruk. Beberapa waktu aku menunggunya untuk sekedar ngobrol. Tapi sampai bus datang, ia tidak muncul juga. Akhirnya aku naik bus sambil berdoa semoga tidak ada kejadian buruk menimpanya.

Waktu cepat berlalu. Aku sudah mulai melupakan anak jalanan itu. Tapi pada suatu hari sebuah kejadian kualami. Hari itu aku mendapat kejutan. Sepulang sekolah, aku mendapat sms dari kakakku di Blora. Tumben nih. Ada apa gerangan sampai ia memintaku untuk pulang. Aku penasaran sampai aku memutuskan untuk segera pulang ke Blora. Untung besok sudah mau puasa, jadi sekolah libur tiga hari.

Besoknya aku benar-benar pulang. Lama juga aku tidak pulang ke Blora. Hampir 6 tahun. Blora sudah banyak berubah. Asyik juga melihat pemandangan sawah di kiri kanan bus. Yang tidak berubah adalah cuaca yang tidak bersahabat. Panas seperti dulu. Hari sudah hampir Maghrib, ketika aku sampai di Blora. Begitu sampai di ujung gang, aku langsung melihat ada serombongan orang yang sepertinya baru kondangan keluar dari rumah kami. Aku bingung, ada apa gerangan ini. Semakin penasaran aku. Kuminta tukang becak untuk lebih cepat jalan becaknya. Sesampainya di pintu pagar, aku tidak sabar lagi. Cepat-cepat kubayar becak dan langsung berjalan masuk rumah.

Di depan pintu, ada sesosok anak yang wajahnya tak asing lagi bagiku. Ya, dia adalah anak dekil tapi tampan yang biasa kutemui di halte terminal kalau aku mau kuliah di Jogja. Kali ini ia tampak jauh lebih tampan dengan baju yang bersih. Sosok itu tersenyum sambil berteriak, “Mbak, aku pulang juga!” Dari balik kamar, muncul kakakku sambil berkata,“Ini, lho! Jagoanku sudah pulang ke kandang. Ini katanya berkat kakak yang baik hati di halte. Rupanya kamu yang berhasi membawa anakku pulang kembali. Terima kasih, ya.” Aku yang tadinya masih terlongong bingung mulai menyadari situasi. “ Oh, pantas. Setiap ketemu aku selalu merasa pernah mengenalmu. Rupanya keponakanku sendiri to! Dulu kan kamu masih kecil, jadi aku lupa.” kataku sambil memeluk Anto. “Kamu sih, lama nggak pernah pulang, jadi sama keponakan sendiri lupa.”, kata Mbak Ajeng. “Iya deh. Maaf. Anto, mulai sekarang jangan pake minggat-minggatan segala ya. Kamu tahu ibumu sampai stress berat.” kataku. “Iya, aku sekarang kapok. Ternyata lebih enak tinggal bersama ibu dan ayah. Dan aku akan rajin belajar agar bisa seperti mbak Adin.” kata Anto. “Tapi Ibu dan ayah juga harus janji akan memperhatikanku lho!” kata anto lagi. “ Iya, iya. Sampai lupa nggak masuk rumah.” kata kakakku itu. “ Ini tadi ada sedikit syukuran atas kembalinya Anto. Ayahnya juga lagi ke rumah Simbah Anto, nganterin berkat kondangan, sebentar lagi juga pulang, “ jelasnya lagi. “Ooh begitu, ya.” kataku. “Kalau begitu, kamu istirahat dulu. Anto, taruh tas Mbak Adin ke kamar!” kata Mbak Ajeng lagi sambil masuk ke dapur. Kemudian Anto membawa tasku ke dalam kamar dan kemudian kembali ke dapur mengikuti ibunya.

Aku duduk di ranjang sambil berpikir. Mungkin memang Anto harus bertemu aku dulu, baru Mbak ajeng bertemu dengan anaknya. Dan aku juga harus sering-sering pulang ke Blora agar tidak lupa sama keluargaku tercinta. Entahlah… Yang pasti aku bahagia sekali bisa mempertemukan Anto dengan orang tuanya, yang tak lain adalah kakakku sendiri. Terima kasih Tuhan.